Cerpen: Ratna Indraswari Ibrahim
Sumber: Kompas, Edisi 01/19/2003
LABA-laba di sudut kamarnya membuat jaring berwarna putih. Di pusat sarangnya yang berbentuk bulat lonjong: laba-laba itu menelan seekor nyamuk yang nyasar!Ibu masuk ke kamarnya membawa sapu panjang, "Non, bersihkan sarang laba-laba itu. Kamar Masmu memang jorok. Tapi, Masmu kan laki-laki! Seharusnya kamar perempuan bersih, lebih-lebih, kalau kau punya suami."Dina menganggap omongan Ibu sangat benar.JALAN-jalan, setelah capek belajar (Dina mendapat beasiswa untuk mengambil S-2 nya di mancanegara), di halte sambil menunggu bus, Dina membawa sebuah buku. Kala mendongakkan kepalanya, seorang lelaki Indonesia, Bram, berdiri di mukanya!Jaring-jaring cinta Bram kah? (Tidak pernah jelas apa warnanya) nyatanya beberapa bulan kemudian, Dina menikah dengan Bram. Sama-sama hidup di apartemennya Bram: mimpi, ketakutan, harapan, dan kesedihan adalah milik mereka.Dina dan Bram kalau capek bisa berbicara dalam satu bahasa. "Pagi ini kita akan masak spaghetti yang enak, besok ke toko Cina bikin capcai yang enak. Besok lagi aku ingin jalan-jalan dan beli es krim yang enak, setelah itu aku akan mengetik makalah-makalah dari para dosen."Setiap hari di lantai kesepuluh apartemen mereka, Dina mendongakkan kepalanya melihat langit yang bersih, dan berucap, "Kubisikkan pada mereka, aku cinta Bram, aku cinta Bram, aku cinta Bram, langit menulis kata-kata itu."Lantas mereka belajar sekeras-kerasnya agar bisa segera balik ke Indonesia (Ibu selalu takut kalau Dina akan gagal sekolah bila menikah). Itu rasanya tidak mungkin, kalau Dina melek sampai malam dan membuat makalah ini, Dina tahu Bram ada di sisinya.PADA saat itu, kami tahu bahwa anakku yang pertama sudah berada di dalam kandanganku." Cerita Dina kepada Wiwin (sahabatnya) dalam salah satu e-mail-nya.Anaknya lahir dengan sehat, tiba-tiba Dina tidak tahu, apakah dia masih mencintai Bram. "Kuberikan diriku, waktuku, cintaku kepada sulungku dan Bram," cerita Dina dalam salah satu e-mail-nya lagi kepada Wiwin.Kemudian dengan bayinya, setamat sekolah pulang ke Indonesia. Mereka sama-sama bekerja keras. Namun, ketika anaknya berusia empat tahun Ibu menelepon, "Baby sitter itu hampir membunuh anakmu. Ia menampar habis-habisan sulungmu, untungnya aku datang."Dina berhenti dari pekerjaannya (Bram memintanya dengan sangat untuk berhenti dari pekerjaannya). Sekarang, Bram dan sulungnya adalah pusat dari kehidupannya. Dina menyanyi, menari, mengantar anak ke sekolah dan tidak perlu melihat lagi dunia luar!Pada suatu hari, ketika selesai menyetrika, Dina merasa melihat nyamuk yang sedang dilahap laba-laba, hal itu diomongkan kepada Bram. Lelaki itu tertawa dan tenggelam ke dalam pekerjaannya.Malam itu, Dina menangis dan mengatakan kepada Bram, "Saya seperti nyamuk yang dilahap oleh laba-laba dan laba-laba itu adalah kau dan anakmu." Bram melihatnya dengan heran dan kemudian tidur dengan nyenyak. Dina duduk di ruang tamu, dia ingat kala pertama kali bertemu Bram, sebenarnya Dina merasa, Bram laba-laba yang menyamar sebagai laki-laki, yang kemudian menjadi suaminya. Gila! Ia masuk ke sarang laba-laba itu. Tiba-tiba di ruang ini terdengar, "Bersihkanlah sarang laba-laba itu!" Suara itu mengalir ke seluruh urat nadinya. Dia naik ke lantai dua, meneriakkan kata-kata cintanya kepada Bram.Langit di sana diam-diam saja.DINA ingin liburan sendiri ke rumah dan ketika sampai, ia membersihkan sarang laba-laba di rumah Ibu. Kala Dina sibuk membersihkan sarang laba-laba itu Ibunya masuk, "Nduk, apa yang terjadi dengan dirimu?""Saya tidak ingin mengatakan, Bram sendirilah laba-laba yang setiap saat melumatku."Ibu memeluknya, "Ketika aku dan bapakmu tidak saling mencintai lagi, kami bersabar!"Dina tidak sepakat.APA yang dilakukan oleh Bram dan anaknya seperti bukan lagi bagian hidupnya. Mereka seperti berada di tempat yang berseberangan. Hal ini dibicarakan dengan Bram, "Din, kita ini orang biasa dan aku sibuk dengan pekerjaan, bukan untuk diriku sendiri, tapi untuk keluarga. Kita tidak perlu menyoalkan jaring laba-laba atau Spiderman, kalau kau jenuh di rumah kau bisa keluar dengan teman-temanmu, aku tidak pernah mengurungmu."Dina menganggap ini adalah alasan yang dibuat oleh Bram agar dia tidak berontak terhadap jaring laba-laba mereka. Dia merasa, baik Bram maupun anaknya menambah jaring laba-laba, sehingga dia seperti seekor nyamuk yang tidak bisa pergi dari perangkap laba-laba tersebut.Dina menjerit-jerit (kepalanya terasa sakit) dan Bram cuma bilang, Dina mungkin capek, sebaiknya minum susu dan aspirin.Dina melihat itu seperti sebuah bujukan, agar dia bisa lebih terperangkap ke dalam jaring laba-laba itu, sehingga dia tidak bisa berbuat apa pun.DINA menyusun rencananya. Langkah satu, perceraian, langkah dua pergi meninggalkan Bram dan anaknya, langkah ketiga membabat habis apa saja yang menjadi jaring-jaring dalam rumah ini. Jaring-jaring itu: semua kebutuhan Bram dan anaknya yang harus dilayani. Semua perabot rumah, baju-baju dan makanan yang harus disiapkan setiap hari. Bram suatu senja mengajaknya ngomong, "Saya tidak tahu mengapa kau depresi! Apakah saya suami yang tidak baik? Saya tidak berselingkuh dengan siapapun, sebisa-bisanya, saya ingin menjadi suami dan bapak yang baik. Karena semua orang bilang, kamu depresi, maka dari itu aku tidak bekerja hari ini, tapi mengantarkan kamu ke psikolog, ceritakanlah apa yang menjadi permasalahanmu."Dina menggelengkan kepalanya kuat-kuat dan tiba-tiba, dia melihat wajah Bram yang sudah menjadi laba-laba.Dina menjerit-jerit.SUNGGUH, dia melihat dengan jelas sekarang Bram dan anaknya adalah laba-laba. Celakanya mereka bukan laba-laba yang seperti Spiderman yang suka menolong dan baik hati, mereka adalah laba-laba ganas, yang sampai pada saat ini, masih menjerat seluruh tubuh, perasaan dan pikirannya. Satu-satunya jalan adalah memotong jaring laba-laba itu. Dina mengatakan kepada Ibunya, "Ibu, saya akan memotong jaring laba-laba yang ada di seluruh tubuhku. Jaring itu dibuat oleh Bram dan anakku."Ibu memeluknya, "Nduk, sejak kau ada di rumah Ibu Bram dan anakmu sering meneleponku mena-nyakan kabarmu, mengirim cintanya lewat telepon. Tentu saja mereka tidak bisa setiap kali ke rumah Ibu, Bram kan harus ngantor dan anakmu harus sekolah."Dina diam saja. Dia merasa setiap orang menindas (termasuk juga ibunya). Dina ingin sekali pergi ke kota tempat Bram dan anaknya tinggal (beberapa minggu yang lampau mereka berdua pindah ke kota lain, alasan mereka: Bram mendapat promosi jabatan di kota lain). Sebetulnya, Dina tidak ingin peduli, asal jaring laba-laba itu tidak melingkarinya. Bayangkan mereka berdua mempergunakan cintanya dengan menyuruh menyelesaikan seluruh pekerjaan rumahnya. Tak jarang baik Bram maupun anaknya kesal karena masakannya terlampau asin atau hambar. Mereka juga tidak bersedia sekali-kali membereskan rumah. Memang ada ekspresi cinta dari Bram, namun ujung-ujungnya menjadi kebutuhan seks belaka. Dina jijik dan sekarang, ketika Dina merasa pusing yang hebat, mereka berdua melenggang ke kota lain, membiarkan Ibu yang sudah tua dan sakit-sakitan mengurus dirinya. Padahal, kalau dia merasa sangat sakit dan hampir tidak bisa bangun dari tempat tidur, Bram yang seharusnya merawat.Dina menangis.Akhirnya, dengan alasan yang tidak jelas dokter mengatakan, dia sembuh dan menyuruhnya kembali ke rumah Bram dan anaknya.Sampai di rumah ini, Bram dan anaknya memang tidak menyuruhnya mengerjakan apa pun. Ada pembantu yang mengerjakan itu semua. Mereka memperlakukan Dina seperti perempuan jompo (yang kehadirannya tidak dikehendaki, tapi harus dihormati).Kesedihan, kemarahan semakin meledak-ledak di hatinya. Dina mengatakan kepada Bram akan mengerjakan semua tugas-tugasnya seperti dulu, karena tanpa tugas-tugas itu, Dina merasa tidak punya arti sebagai seorang istri dan ibu. Bram berkata pelan-pelan, "Din, Kamu masih dalam proses penyembuhan, turuti sajalah apa kata dokter, kasihan anakmu.""Kau tidak mencintaiku lagi, padahal kuberikan semua cintaku untukmu, ketika kita baru saja bertemu di halte bus."Bram melihatnya lekat-lekat, "Sudahlah, Din, kasihan anakmu dan sebetulnya ini berat bagi kita semua, aku harus bekerja lebih keras untuk kesembuhanmu, harga obatmu sangat mahal,""Jadi, aku adalah bebanmu sekarang?"Bram mengangkat bahunya dan sebelum mengucapkan satu kata pun anaknya memegang tangan bapaknya, "Pa, ayo tidur, saya takut tidur sendirian kalau ada Mama" (mereka memang sekutu-sekutu yang tercinta), sedangkan Dina adalah nyamuk yang bisa dilahap setiap saat.Dina mengusir mereka berdua dan dilihatnya anaknya dengan penuh sayang memeluk bapaknya.SUATU kali dia membersihkan rumah ini dari sarang laba-laba, anaknya yang baru pulang dari sekolah mendekatinya, "Ma, dari tadi Papa kok belum pulang?"Dina tidak menjawab dan ketika anaknya bertanya lagi, Dina berkata pelan-pelan, "Seperti sarang laba-laba yang harus saya bersihkan, Papamu saya bersihkan dengan pisau itu." Anaknya menjerit-jerit di rumah ini. Beberapa tetangga berdatangan. Bram berdiri di antara tetangganya. Mereka bersama melihat Dina yang sedang memotong jaring laba-laba yang ada di setiap sudut rumah ini.Dina selesai membersihkan sarang laba-laba. Dilihatnya Bram dan anaknya. Dina secepatnya menyusun bajunya dalam kopor, "Jaring laba-laba itu akan selalu kau buat lagi kan? Oleh karena itu, selamat tinggal."Bram, anaknya, dan para tetangga menyeretnya ke rumah sakit jiwa!Beberapa tahun kemudian dokter Wayan bilang kepadanya, "Saya harap, kamu bisa bersosialisasi lagi dengan Mas Bram dan anakmu, kamu sudah sembuh, mereka akan datang menjemputmu."Dina melihat Bram dan anaknya (anaknya sudah berangkat remaja. Dina menganggap, dia harus memisahkan anaknya dari Bram, agar tidak menjadi laba-laba yang jahat). Namun, kesembuhan ini tidak membuatnya bisa melihat lagi jaring laba-laba yang pasti masih dibuat oleh Bram dan anaknya!Dina kemudian berlari ke sembarang arah. Dan jaring laba-laba itu, mengejar-ngejarnya.
No comments:
Post a Comment